Mahakarya Kho Ping Hoo SULING EMAS (episode 93), Diam-diam Gin Lin Punya Planning Rebut Kerajaan Tang Rabu, 20 Juli 2022 | 09:21 WIB. Mahakarya: Kho Ping Hoo SULING EMAS (episode 92), Kagetnya Kim Mo Taisu Muridnya Anak Lu Sian Eks Tunanganya Selasa, 19 Juli 2022 | 14:30 WIB.Home Kho Ping Hoo Suling Emas Jum'at, 03 November 2017 - 1800 WIBloading... Suling Emas, karya Asmaraman S Kho Ping Hoo A A A Kho Ping Hoo, Suling EmasBU SONG mengangguk. "Aku membacanya dari kitab, kalau Sang Buddha yang mengajarkannya, biarlah aku menjadi murid Sang Buddha." Jawaban ini pun aneh dan membuat Kwee Seng makin terterik. "Anak baik, mari kau duduklah di sini." Ia tidak mau lagi menyebut anak itu "anak sinting". Setelah Bu Song ikut duduk di bawah pohon di depannya, Kwee Seng lalu bertanya."Anak baik, coba kaujelaskan, apa hubungannya pelajaran itu dengan perbuatanku tadi." "Para penjudi itu berjudi tidak ada yang menyuruh, adalah mereka sendiri yang membuat mereka melakukan penjudian. Mereka mau jadi atau tidak mau judi, adalah mereka sendiri yang memutuskan. Mereka celaka karena judi, atau tidak celaka karena tidak judi, juga mereka sendiri yang menimbulkan. Pokok dan sumber semua perbuatan adalah terletak di dalam hatinya, ibarat baik buruknya kembang tergantung daripada pohonnya. Kalau pohonnya sakit, mana bisa kembangnya baik? Kalau hatinya kotor, mana bisa perbuatannya bersih? Perbuatan buruk mana bisa betulkan orang lain? Yang bisa membetulkan hanya dirinya sendiri, karena hati berada di dalam dirinya sendiri. Inilah sebabnya maka perbuatan Paman tadi sia-sia belaka. Pembagian uang takkan menolong mereka melepaskan kemaksiatan berjudi."Kwee Seng melongo seperti patung. Kalau anak ini pandai membaca sajak dari kitab-kitab suci hal itu tidaklah mengherankan benar, semua anak yang diajar membaca tentu dapat disuruh menghafalkannya. Akan tetapi apa yang diucapkannya ini sama sekali bukanlah hafalan dari kitab suci manapun juga, melainkan keluar dari pendapat dan pikiran berdasarkan pelajaran filsafat kebatinan untuk menguraikan sajak tadi! Inilah hebat! Ia kagum bukan main, akan tetapi masih sangsi. Jangan-jangan hanya kebetulan saja anak ini "ngoceh" tanpa sengaja tapi tepat. Ia hendak menguji pula."Hemm, kau tadi bilang perbuatanku bertentangan dengan dua hal. Hal pertama adalah sajak tadi, kini apakah hal ke dua?" "Segala macam nasihat dan wejangan memanglah muluk-muluk dan enak didengar, akan tetapi itu hanyalah suara yang keluar dari mulut. Segala macam ayat dan pelajaran dalam kitab-kitab suci memanglah indah dan enak di baca, akan tetapi hal itu hanyalah tulisan di atas kertas. Apakah artinya semua itu kalau tidak ada kenyataan dalam perbuatannya? Semenjak kanak-kanak sampai tua manusia lebih suka mencoba dari orang lain daripada belajar sendiri! Oleh karana itu. PERBAIKILAH DIRIMU SENDIRI SEBELUM ENGKAU MEMPERBAIKI ORANG LAIN.""Ah, kau murid Nabi Khong Cu!" Kwee Seng berseru, kagum. "Boleh juga disebut begitu karena beliau memang seorang guru besar yang patut menjadi guru. Dengan memperbaiki diri sendiri, kita membersihkan diri dari perbuatan jahat, dengan demikian orang-orang akan mencontoh. Kalau SEMUA ORANG MASING-MASING BELAJAR MEMPERBAIKI DIRI SENDIRI, maka apa perlunya segala macam nasihat dan pelajaran? Akan tetapi kalau tidak mau membersihkan diri sendiri, orang lain mana mau mencucinya bersih? Paman, itulah sebabnya kukatakan bahwa sia-sia saja Paman menasihati para penjudi itu. Alangkah akan janggalnya kalau mereka yang telah mendengar nasihat Paman itu mendapat kenyataan betapa Paman sendiri seorang maling....""Hahhh.....? Apa kaubilang? Aku.... maling?" Kwee Seng benar-benar kaget dan penasaran, matanya melotot dan ia memperlihatkan muka merah. Akan tetapi diam-diam ia kagum dan heran. Anak ini sama sekali tidak takut, matanya memandang bening dan wajahnya serius sungguh-sungguh. "Aku tahu bahwa fitnah itu jahat, Paman, karenanya tak mungkin aku berani melakukan fitnah. Akan tetapi yang menyatakan bahwa Paman seorang maling adalah Paman sendiri, dalam pertemuan kita yang pertama. Bukankah Paman sendiri yang bercerita kepadaku bahwa Paman mencuri paha panggang yang Paman makan itu?" Sejenak Kwee Seng tertegun, mengingat-ingat, lalu ia tertawa bergelak sampai perutnya terasa kaku. "Ha-ha-ha! Mengambil paha panggang kauanggap maling! Anak baik, aku sama sekali bukan maling!" Bu Song menarik napas panjang. "Syukurlah kalau begitu. Sebetulnya tidak perlu mencuri. Mencuri paha ayam maupun gajah, tetap mencuri namanya. Aku tidak akan mencuri, Paman." Bersambungdwi Berita Terkini More 16 menit yang lalu 31 menit yang lalu 42 menit yang lalu 51 menit yang lalu 59 menit yang lalu 1 jam yang lalu
loading... Kho Ping Hoo, Suling Emas"HA-HA-HA, sekarang ada senjata di tanganku, majulah!" ia menantang dan kagum juga melihat bahwa Kim-tung Sin-kai sudah pulih kembali, agaknya tidak terluka. Ia heran tadinya karena tahu betul bahwa ketika pinggangnya terpukul, ia mengerahkan sin-kang yang tentu akan membuat tenaga kakek itu membalik dan melukai isi perutnya sendiri. Akan tetapi ketika melirik ke arah Pouw-kai-ong yang baru saja mengantongi bungkus merah, ia dapat menduga bahwa tentulah Si Raja Pengemis itu yang mempunyai obat penawar yang manjur sekali. Kini tanpa menanti datangnya pengeroyokan, Kim-mo Taisu mendahhului menggerakkan cabang pohon liu itu dan serta-merta ia mainkan Ilmu Pedang Cap-jit-seng-kiam Ilmu Pedang Tujuh Belas Bintang yang ia cipta dan sempurnakan dengan dasar ilmu yang ia baca dari kitab perbintangan di dalam Neraka Bumi. Hebat sekali gerakannya ini, karena selain ilmu pedang itu merupakan ilmu pedang sakti yang diciptakan menurut pengalaman dan ilmu pengetahuan, juga memang seluruh anggota tubuh Kim-mo Taisu sudah terlatih sehingga hawa sin-kang di dalam tubuhnya sudah mencapai tingkat yang sukar di cari bandingannya lagi. Cabang kayu di tangannya itu mengeluarkan bunyi seperti angin mendesir-desir, membentuk sinar kehijauan bergulung-gulung dan tampak membayang dalam gulungan sinar itu tujuh belas batang kayu kelihatan jelas sekali cabang-cabang ini bergerak kesana kemari membagi-bagi serangan kepada lima orang bersenjatakan cabang kayu mainkan Cap-jit-seng-kiam, Kim-mo Taisu masih terus bertahan, akan tetapi tidak sepayah tadi. Kini ia mampu balas menyerang, akan tetapi karena daya serangnya hanya satu bagian saja sedangkan yang sembilan bagian dipakai untuk bertahan, maka tentu saja serangan balasannya itu tidak ada artinya bagi lawan seperti Ban-pi Lo-cia, Pouw-kai-ong dapat mengimbangi. Hanya kedua orang lainnya Kim-tung Sin-kai dan Lauw Kiat murid Ban-pi Lo-cia yang tingkat kepandaiannya lebih rendah, terpengaruh serangan balasannya. Melihat ini, Kim-mo Taisu lalu menujukan serangan balasan kepada dua orang itu. Ketika ia mendapat kesempatan, cepat sekali cabang kayu di tangannya bergerak disertai seruan keras, tubuhnya menyambar laksana seekor burung garuda. Kedua orang yang diserang itu tiba-tiba menjadi silau matanya oleh sinar yang menyambar dahsyat. Mereka mencoba untuk menangkis dengan tongkat di tangan mereka, akan tetapi tongkat mereka, seakan-akan terbetot oleh tenaga raksasa, terlepas dari tangan mereka, kemudian sinar hijau berkelebat cepat dan robohlah Kim-tung Sin-kai dan Lauw Kiat, muntah darah! Beberapa orang anggota pimpinan pengemis yang kiranya sudah berkumpul di sekitar tempat itu, cepat maju menolong dan membawa mereka mundur."Ha-ha-ha. Pouw-kai-ong, Ban-pi Lo-cia dan Ma Thai Kun! Apakah tidak perlu kalian tambah lagi jumlah pengeroyokan?" Kim-mo Taisu masih mengejek sambil memutar cabang kayu di tangannya. Marahlah tiga orang itu, terutama sekali Ban-pi Lo-cia. Beberapa tahun yang lalu, ia masih dapat mengatasi kepandaian Kim-mo-eng, dan selama ini kepandaiannya sendiri tidak berkurang, sungguhpun tenaga dalam dan hawa sakti di dalam tubuhnya tentu tidak memperoleh kemajuan karena terlalu menuruti nafsu birahinya yang tak kunjung padam. Namun ia merasa lebih unggul daripada seorang lawan semuda Kim-mo-eng yang kini menjadi Kim-mo Taisu. Ia jauh lebih tua, tentu lebih terlatih dan lebih berpengalaman. Maka mendengar ejekan ini, matanya melotot besar kemerahan, mulutnya mengeluarkan gerengan seperti beruang terluka dan tanpa berkata apa-apa Ban-pi Lo-cia memutar cambuknya dengan pengerahan tenaga sekuatnya sehingga cambuk itu meledak-ledak dengan kerasnya lalu membentuk sinar hitam yang melingkar-lingkar dan bagai hujan datang menyambar ke arah Kim-mo Taisu tidak berani memandang rendah, cepat memutar cabang liu di tangannya, membentuk sebuah bayangan payung yang melindungi tubuhnya dari atas. Pouw Kee Lui biarpun masih muda, namun dia belum pernah menemui lawan tangguh, maka sekali ini ia pun amat penasaran. Ilmu kepandaiannya adalah warisan orang sakti yang merupakan ilmu yang jarang ditemui orang di dunia persilatan, dan dalam hal tenaga dalam hawa sakti, dia boleh dibilang termasuk orang tingkatan tinggi. Ketika tadi Kim-mo Taisu mengambil cabang pohon itu untuk senjata, iapun sudah mengeluarkan senjatanya, yaitu sebatang tongkat pula, yang ia mainkan seperti orang bermain toya, kini melihat betapa lawan yang dikeroyok itu berhasil merobohkan dua orang kawan, ia menjadi marah dan penasaran. Pouw Kee Lui berseru keras, menekan ujung tongkat yang ada rahasianya sambil mencabut dan tahu-tahu sebatang pedang telah ia keluarkan dari dalam tongkat, pedang yang mempunyai sinar merah! Kemudian dengan gerakan yang tangkas sekali ia menyerbu, pedang di tangan kanan diputar dan tongkat di tangan kiri digerakkan secara aneh. Belum pernah dalam sejarah ilmu silat ada orang mainkan pedang di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri, karena sebetulnya kedua senjata ini mempunyai gaya permainan yang amat berbeda, bahkan berlawanan. Namun raja pengemis itu dapat memainkannya seakan-akan ia menjadi dua orang yang memegang pedang dan toya. Hanya Ma Thai Kun seorang yang tidak bersenjata. Memang bekas tokoh Beng-kauw ini tidak suka menggunakan senjata, hanya mengandalkan keampuhan kedua tangannya yang sejak puluhan tahun telah digembleng telah di "isi" hawa beracun sehingga sebenarnya kedua tangannya itu lebih ampuh dan lebih berbahaya daripada sepasang senjata. Kalau senjata tajam hanya melukai kulit dan daging namun tangan Ma Thai Kun ini selain merusak kulit daging, juga memasukkan hawa beracun! Ia masih tetap mempergunakan ilmu pukulan Cui-beng-ciang yang amat hebat. Terlalu benci ia kepada Kim-mo Taisu yang membuat ia kehilangan wanita yang dicinta dan kehilangan tempat di Beng-kauw, maka setiap pukulannya merupakan tangan maut yang akan mendatangkan kematian mengerikan. namun Kim-mo Taisu agaknya tak pernah mau membiarkan dirinya terkena pukulan maut ini sehingga membuat Ma Thai Kun menjadi makin marah dan penasaran. Setelah tiga orang itu maju dengan kemarahan meluap, diam-diam Kim-mo Taisu harus mengakui bahwa sekali ini ia benar-benar dihadapkan kepada ujian berat sekali. Kalau mereka bertiga maju seorang demi seorang, biarpun mereka ini merupakan lawan yang jarang dapat dicari bandingnya, namun ia masih sanggup merobohkan mereka seorang demi seorang. Akan tetapi menghadapi mereka bertiga maju bersama seperti ini, benar-benar amatlah berat karena mereka bertiga itu memiliki kepandaian khusus yang harus dihadapi secara khusus pula. Dengan pengeroyokan ini, tak mungkin ia memecah perhatian menjadi tiga untuk menghadapi mereka secara khusus, hanya dapat mempertahankan diri dan sekali-kali membalas dengan serangan yang tak berarti. Setelah kekurangan dua orang pengeroyok, tiga orang ini bukan menjadi lemah, bahkan makin kuat. Hal ini adalah karena dua orang yang telah toboh tadi memiliki tingkat jauh lebih rendah sehingga mereka berdua tadi bukannya membantu, bahkan menjadi penghalang gerakan bagi gerakan tiga orang ini dan sekarang setelah lapangannya lebih luas dan longgar, mereka ini dapat bersilat leluasa dan mencurahkan seluruh daya serangnya. Kim-mo Taisu terdesak hebat. Apalagi kini Ban-pi Lo-cia menyelingi ayunan cambuknya dengan pukulan Hek-see-ciang, yaitu pukulan beracun dari Tangan Pasir Hitam yang hanya setingkat lebih lunak daripada tangan Cui-beng-ciang milik Ma Thai Kun! Bukan ini saja, juga Pouw-kai-ong menambah permainan tongkat dan pedangnya dengan serangan air ludah! Luar biasa berbahaya, dan menjijikkan sekali cara bertempur Si Raja Pengemis ini. Akan tetapi air ludah yang kadang-kadang ia semburkan dari mulutnya itu benar-benar tak boleh dipandang ringan. Ketika Kim-mo Taisu kurang cepat mengelak sehingga ada air ludah sedikit mengenai betisnya, terasa panas seperti terpercik air mendidih!Ia kaget sekali dan cepat Kim-mo Taisu menghadapi tiga orang pengeroyoknya yang lihai ini dengan permainan Pat-sian Kiam-hoat dan Lo-hai-kun. Kalau tadi ia mainkan Cap-jit-seng-kiam, maka permaianannya itu hanyalah ilmu pedang belaka, ilmu pedang yang luar biasa namun masih kurang berhasil untuk menghadapi pengeroyokan lawan yang begini saktinya. Kini ia mainkan kedua ilmu itu yang sebetulnya merupakan ilmu yang sudah ia rangkai menjadi sepasang, dapat dimainkan berbareng. Pada dasarnya, Pat-sian Kiam-hoat adalah ilmu pedang, penyempurnaan dari Pat-sian Kiam-hoat atas petunjuk manusia dewa Bu Kek Siansu, sedangkan Lo-hai-kun aslinya adalah Lo-hai-san-hoat, ilmu kipas yang juga telah mendapat petunjuk Bu Kek Siansu. Jadi kalau menurut semestinya, Kim-mo Taisu harus bermain pedang dan kipas, barulah ia dapat bersilat secara sempurna. Akan tetapi sayang, pendekar ini sudah terlalu tidak memperhatikan diri lagi sehingga ia tidak memiliki pedang maupun kipas, hanya mengandalkan tangan kaki dan kalau perlu ia mempergunakan cabang sebatai pedang. Tentu saja tidak bisa sehebat pedang tulen, apalagi kalau sedang menghadapi lawan tangguh. Karena tidak ada pedang, kini ia menggantikan dengan sebatang kayu, sedangkan tangan kirinya karena tidak bisa mendapatkan kipas, lalu ia robah menjadi ilmu pukulan yang mendatangkan angin. Bersambungdwi
KhoPing Hoo ini sangat populer di Indonesia Aku belum ingin pulang Cerita tentang persahabatan,pengkhianatan,pertarungan dan cinta Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya CERITA SILAT Oleh : Robot Siansu serangan serentak pada pintu masuk dan pintu samping kediaman Kira dengan SUARA BANDUNG - Di tengah prahara rumah tangga Deddy Mahendara Desta dan Natasha Rizky, jarang orang tahu bahwa Desta adalah cucu dari penulis fiksi silat legendaris, Kho Ping Hoo. Kabar terkait fakta Desta adalah cucu Kho Ping Hoo kembali disentil oleh salah satu warga Twitter senjatanuklir pada hari Senin 5/6/2023. Melalui cuitannya, pemilik akun yang sering membagikan utas bersejarah tentang Negeri Tiongkok itu memaparkan fakta bahwa Kho Ping Hoo adalah kakek dari Desta. "Di era Orde Baru, cerita silat karyanya mjd salah satu dr sedikitnya sumber bacaan bertema Tiongkok utk Tionghoa-Indonesia. Salah satu cucunya, kita kenal dengan nama Desta.," cuit senjatanuklir sembari melampirkan foto Kho Ping Hoo dan beberapa potret karyanya, seperti dikutip pada hari Selasa 6/6/2023. Baca JugaBongkar Aksi Licik Si Kembar Bernilai Fantatis, PPATK Desak 21 Bank Blokir Rekening Rihana-Rihani Berdasarkan cuitannya, dikatakan bahwa serial komik silat karya Kho Ping Hoo berjumlah sekitar 112-118. "Penulis fiksi silat, Kho Ping Hoo , menulis sekitar 112-118 judul cerita silat.," tulisnya di awal cuitan. Melihat hal itu, warganet lain yang tidak mengetahuinya nampak tak percaya. "Bener ga ko ping ho ini kakeknya desta ?," tanya Savvytr**** di kolom komentar. Sementara itu ada pula yang merasa komik Kho Ping Hoo sudah melekat pada persona Desta. Baca JugaLink DANA Kaget Hari Ini, Jangan Sampai Kelewatan! "Pokoknya kalo nama beliau disebut yang gue inget pasti desta wkwk," tulis perked****. * AsmaramanSukowati Kho Ping Hoo (juga dieja Kho Ping Ho, Hanzi: 許平和; pinyin: Xǔ Pínghé, lahir di Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926 – meninggal 22 Juli 1994 pada umur 67 tahun) adalah penulis cersil (cerita silat)